Senin, 15 Agustus 2011

Game watch yang membuatku malu


Game watch yang membuatku malu

Seperti biasa ibu membangunkan aku untuk sholat subuh. Kemudian  mandi pagi dan memakai baju sekolah dasarku. Lalu aku menyiapkan tas dan sepatu. Ibu kemudian memanggilku untuk sarapan pagi.
”Mutiah… makan pagi dulu nih…!!”. Ujar ibuku dengan suara agak keras. Aku pun makan pagi dengan lahap, setelah itu aku mengenakan sepatu dan mengambil tas serta berpamitan kepada ibu dan ayah.
 “Aku berangkat sekolah dulu yah, bu…” kataku sambil mencium tangan keduanya. “Iya, belajarlah dengan baik ya… “kata ayah dan ibu.
 Setibanya di sekolah, aku segera masuk ke ruangan kelas untuk menyimpan tas di bangku. Tak lama kemudian lonceng masuk berbunyi. Aku pun menyiapkan buku pelajaran untuk jam pertama yaitu bahasa Indonesia. Kemudian masuklah guru bahasa Indonesiaku Pak Toto.
“Selamat Pagi anak-anak” Sapa Pa Toto dengan ramahnya kepada kami. “Selamat pagi bapak guru….! “ jawab kami secara serentak. “Hari ini kalian akan Bapak beri materi tentang membuat puisi…..” kata Pak Toto lebih lanjut. Belum selesai Pak Toto berbicara, terdengar suara game watch dengan suara nyaring..Pak Toto dan seisi kelas mencari-cari darimana sumber bunyi suara itu. Aku sangat kaget karena ternyata bunyi itu berasal dari dalam tasku. Semua mata memandang heran kepadaku.
 “Mutiah suara apa itu…?” Tanya Pa Toto kepadaku. Aku menjadi gugup ditanya oleh Pa Toto karena aku merasa tidak membawa benda yang dapat mengeluarkan bunyi seperti bunyi itu.
“ee…ee.. gak tahu pak……” kataku sambil merasa malu.
           “Coba kamu periksa dalam tasmu bunyi apa itu….?” Kata Pak Toto Lagi. Lalu secepatnya aku memeriksa tas. Betapa kagetnya aku ternyata di dalam tas ada game watch yang tidak pernah aku bawa sampai ke sekolah. Maka tertawalah seisi kelas setelah mereka tahu bahwa aku membawa game wacth . Mereka mengira bahwa aku masih suka main game watch. Bukan main malunya aku saat itu…untung kejadian itu tidak terus berlanjut sampai lonceng pulang berbunyi.
Bergegas aku pulang untuk mengetahui siapa yang sebenarnya memasukkan game watch itu ke dalam tasku. Karena aku tak merasa membawanya ke sekolah. “Wah…siapa yang usil memasukkan game watch ini ke dalam tasku….” Pikirku . 
“Awas kalau nanti ketahuan akan ku beri hadiah”Ancamku dengan hati dongkol.
 Sesampainya di rumah segera aku temui orang yang pertama aku curigai yaitu adik laki-lakiku yang biasa usil. “Muadz …..”teriakku sambil marah. “Apa….” Ujar adikku.
“Sini…, kakak ingin tanya baik-baik…. Kamu harus jujur ya…”kataku dengan suara yang tidak marah agar aku bisa membujuknya mengaku.
“Ada apa kak..?”kata Muadz.
“ Kamu… tadi pagi memasukkan game watchmu ke dalam tasku ya….?”tanyaku lebih lanjut.
”iiihhh ….bukan …masa aku masukin game watch ke dalam tas kakak?  aku  cari-cari dari tadi mana game watchku….”.Sanggah Muadz . Aku pun kaget mendengar jawaban adik tadi. Apakah muadz berkata jujur ataukah tidak?, tapi aku berusaha untuk percaya.
“Iya …. Sudahlah kalau kamu tidak merasa ….pergilah bermain lagi…..maafin kakak ya…..”ujarku sambil pergi ke kamar untuk berganti pakaian.
“Siapa ya…yang menjahiliku….? “pikirku dalam hati.
 “Aku harus pecahkan misteri ini…!!!.”tegasku dalam hati.
 Kuhampiri meja makan karena perutku mulai keroncongan. Selesai makan aku sholat Dhuhur dengan khusuk dan berdoa kepada Alloh SWT agar memberi petunjuk dalam mencari tahu siapa yang berbuat jahil kepadaku.
“Mutiah…..dimana kamu …? Panggil Ibu yang baru datang dari warung.
“Di kamar bu…! baru selesai sholat dhuhur…. “jawabku. Segera aku keluar kamar menemui ibuku yang tampaknya memerlukan bantuanku.
 “Mutiah tolong simpan belanjaan ibu di dalam kulkas ya…!!.”Sahut ibuku yang ternyata benar memerlukan bantuanku.
“Baik bu….”jawabku.
“Bu….aku tadi di sekolah malu banget sama Pak guru dan teman-teman…” jelasku pada ibu.
“Lho emang kenapa kamu malu…..?” Tanya ibu.
“Ada gamewatchnya muadz dalam tasku, lalu berbunyi keras terdengar oleh teman-teman dan Pak Guruku.” Kataku lagi.
“Wah…Wah….” kata ibuku sambil tersenyum.
“Siapa ya bu kira-kira yang memasukkan benda itu ke dalam tasku ya…?”tanyaku pada ibu dengan harapan dapat petunjuk.
“Wah …..siapa ya….di rumah ini kan hanya kamu dan adikmu …” selidik ibu.
“Sudah kamu tanya adikmu….?” kata ibu lagi.
“Sudah….Tapi dia tidak melakukannnya.” jawabku singkat.
“Hmm…..” ibu menghela nafasnya dalam dalam. Tak lama kemudian ayah datang dari tempat kerjanya.
“Assalamuaikum……!!!” ujar ayahku di depan pintu.
“Waalaikum salam ……!!”sahut kami berdua.
 “Mana muadz kok gak kelihatan….”tanya ayahku sambil menuju ruang kerjanya untuk menyimpan tas .
”Gak tahu tuh…..mungkin lagi main sama Egi di rumahnya….”Jawabku.
 “Kemarin juga Egi lama sekali main gamewatch disini ….”kata ayahku.
“Hah!! main gamewatch…?” Pikirku, jangan-jangan muadz berbohong padaku.
“Yah…tahu gak ? dimana disimpan gamewatchnya itu…?” tanyaku pada ayah.
“Sepertinya disimpan oleh Egi karena Muadz ayah suruh tidur siang….” jawab ayah.
“Wah jangan-jangan Egi yang menyimpan gamewatch muadz ke dalam tasku…” pikirku.
Lalu aku ceritakan peristiwa yang kualami kepada ayah. Juga rasa malu yang kurasakan. Ayah tertawa. Kemudian ayah bercerita bahwa ayahlah yang menyuruh Egi untuk menyimpan di dalam tas Muadz. Egi tidak tahu tas Muadz, karena pada saat itu ada dua tas yang tergeletak diatas mejaku. Muadz menyimpan tasnya setelah pulang dari TK di atas meja belajarku, sehingga Egi salah memasukkan gamewatch itu…..***

Timun Suri Curian


TIMUN SURI CURIAN

                                                                                           Oleh              : Nazma H Laila

Bel tanda pelajaran berakhir untuk kelas satu telah berbunyi. Aku ingin segera sampai ke rumah kala ingat janjiku pada Egi untuk bermain bersama. Egi teman baikku yang selalu menemani bermain setelah pulang sekolah. Egi tinggal tidak jauh dari rumahku, dia juga siswa kelas 1, namun berbeda sekolah denganku.
Sesampainya di rumah aku segera berganti pakaian.
“Muadz udah ganti pakaianmu..belum?”tanya ibu dari dapur ketika mendengar langkah kakiku yang sudah berada di kamar.
 “Lagi ganti baju….Bu…!!”Jawabku. Secepat kilat aku keluar rumah menemui Egi di pekarangan rumah yang telah menunggu sesuai janjiku padanya kemarin. Hari ini aku dan Egi merencanakan permainan petualangan. Belum selesai merencanakannya, tiba-tiba Nida kakakku datang dari sekolahnya dan melihat kami sedang bermain.
“Muadz aku ikutan main… Ya..!” kata Nida.
“Aku mau ganti baju dulu, ..jangan ninggalin aku ya…!” lanjutnya.
 “iya…kak.!” Jawabku
 Tak lama kemudian Nida muncul. Ia membawa sisa jajanan dari sekolahnya dan membagikannya kepada kami.
“Kalian mau main apaan..?” tanya Nida .
 “Permainan petualangan.kak!” Jawab kami.
“Tapi kita belum menentukan permainan petualangan itu..”
“Kalau begitu bagaimana jika kita main ke sawah ..?” ajak Nida kepada aku dan Egi .
“Akan asyik lho main di sana…”
Aku dan Egi setuju usul Nida. Kami bertiga bergegas pergi ke pesawahan yang agak jauh dari rumahku. Ketika berjalan di jalan setapak, “Hei lihat itu !” kata Nida sambil menunjukkan tangannya ke sebuah sawah yang ditanami timun suri.
“Kita kesana saja”.
“Aku setuju” kata Egi.
Di sana, kami berpencar untuk melihat-lihat bila ada timun suri yang terlepas dari tangkainya. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah timun suri yang sudah ranum. Kulihat sekelilingku, Nida dan Egi tak melihat ke arahku dan tak ada orang lain yang melihatku. Lalu, aku cabut timun suri itu dari tangkainya.
“Nida, Egi…” panggilku kepada mereka. Mereka menghampiriku.
“Ada apa?” tanya Nida.
“Lihat, timun surinya !” tunjukku pada timun suri tersebut.
“Kita ambil saja” Usulku.
Egi menengok sekeliling khawatir ada orang yang melihat. Lalu Egi menyimpan timun suri itu di dalam baju. Kami saling berpandangan.
“1…2…3… Kabur…”. Teriak Nida sambil berlari duluan.
Kami berlarian di jalan setapak sampai agak jauh dari tempat tadi. Setelah menemukan tempat yang aman, kami menikmati timun suri curian itu. Belum habis timun suri kami nikmati, tiba-tiba perutku terasa sakit. Nida mengajakku pulang. Kami memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing. Sakit perutku semakin menjadi-jadi sampai aku hampir menangis.
“Muadz, kenapa wajahmu seperti menahan sakit?” tanya ibu ketika melihat aku datang sambil meringis kesakitan.
“Perutku sakit bu” jawabku.
“Kenapa… ?, pasti ada yang kau makan di luar.”
“Timun suri bu”
“Timun suri darimana?”
“Diberi oleh Nida bu”
“Apa..?, bukan, Muadz bohong, bukan dari aku” sanggah Nida.
“Hayoo, siapa yang berbohong ini?, Muadz atau Nida?”
“Muadz yang metiknya, aku hanya ngasih tahu tempatnya” sanggah Nida.
“Wah.. apa betul itu Muadz?”
Karena sakit perutku semakin menjadi-jadi akhirnya aku mengakui bahwa timun suri tersebut aku ambil dari sebuah ladang timun suri milik orang lain. Lalu ibu memarahi dan memberi nasihat. Aku dan Nida hanya diam saja mendengarkan. Aku menyadari kesalahan yang telah kulakukan.
Tak lama kemudian ayah datang menghampiri kami dan menanyakan apa yang telah terjadi. Ibu lalu menceritakan peristiwa yang kualami pada ayah. Ayah marah besar dan memarahi kami habis-habisan. Terutama pada kakakku Nida, yang mengajak adiknya bermain tidak baik.
Akhirnya aku sadar apa yang telah aku perbuat. Bahwa perbuatan itu tidak baik. Aku kapok, sudah sakit perut, dimarahi habis-habisan oleh ayah. Aku janji tak akan mengulanginya lagi.***

Jumat, 12 Agustus 2011

Sahabat Sejati


  *Sahabat sejati*

Hari ini kamu mau ke mana Lar? dari pada bengong mulu mending kita ke taman, yuk...!” ajak Hana.
bisa gak sih kamu diam, aku lagi gak mau ke mana-mana, aku lagi mau sendirian. jadi, ku mohon tinggalkan aku...” sentak Lara kepada Hana, lalu Hana merasa hatinya sangat terpukul dan tersinggung, ia pergi menjauh dari tempat itu dengan perasaan yang sedih, Dira ingin ikut dengannya karena tak sanggup melihat Hana diperlakukan seperti itu, tetapi Hani tetap berada ditempat itu bersama Lara. Entah kenapa Lara menjadi seperti ini.
4 hari berturut-turut, Lara tetap saja masih marah karena kejadian 4 hari yang lalu, dan Hani pun hampir putus asa karena sudah berkali-kali menasehatinya tetapi tak juga berhasil,
Lara, kamu harus menyadari berapa lama kamu begini terus, bisa-bisa kamu tak akan pernah bersama sahabat-sahabatmu lagi, bukannya Hana itu juga sahabat kita? kenapa kamu begitu kepadanya...?” ujar Hani, “tetapi entah kenapa aku malah memarahinya waktu itu emosiku sudah tak terkendali,dan juga aku tak bermaksud memarahinya...”desah Lara, dan lara pun memceritakan semua masalah yang ditimpanya. Akhirnya mereka pun pergi ke tempat dimana Hana berada untuk mengatakan maaf dan menceritakan semuanya kepada Hana.
Hana pun mengerti dan memberikan maaf kepadanya “Hana maafkan aku atas kejadian yang lalu, aku sebenarnya tak bermaksud memarahimu...!” jelas Lara “ tak apa, aku sudah memaafkanmu, tetapi kita akan selalu menjadi sahabat sejati selamanya, khan ...?” ujar Hana “Kita akan selalu menjadi sahabat sejati, dan jangan lupakan itu...”ujar  Lara mengingatkan.
 “Dan mulai hari ini diantara persahabatan kita tidak akan ada lagi permusuhan, jika ada yang memiliki masalah diantara kita, dan kita selesaikan bersama-sama...”ujar Lara. Lara pun dan ketiga sahabatnya pergi melanjutkan aktitasnya masing-masing.
Keika keesokan harinya, Lara bersama sahabat-sahabatnya berencana untuk pergi berpiknik “ hai kawan, bagaimana kalau kita pergi berpiknik dengan tujuan merayakan persahabatan kita...?” ujar Lara dengan ceria “baik, kami setuju...!” jawab Hana “ya!” seru mereka serempak.
Pagi hari yang indah mereka berempat segera bersiap-siap akan berangkat, mereka harus berkumpul di depan sekolah mereka, mereka saling menunggu satu sama lain, semuanya sudah berkumpul kecuali Dira,
          “kak, ini ada surat dari kak Dira...!” ujar seorang anak kecil yang tak mereka kenal, lalu mereka membaca suratnya ternyata Dira tak bisa ikut karena ayahnya sakit parah sekarang ayahnya sedang berada di rumah sakit,
          “bagaimana kalau kita menjenguk ayahnya Dira dirunnah sakit...?” usul Lara,
          “bagaimana dengan pikniknya?” tanya Hani,
          “tidak apa-apa khan kalau pikniknya gak jadi...!” usul Lara
          “tak masalah yang pening adalah ayahnya Dira...” ujar Hana
Mereka menaiki mobil kemudian berangkat menuju rumah sakit. Mereka disana hanya diizinkan unuk menunggu diluar karena ayahnya lagi istirahat,
          “bagaimana keadaan ayahmu...?” tanya Hana,
          “baik!” jawab Dira,
          “penyakit apa yang telah dialami ayahmu?” tanya Lara,
          “hanya demam dan batuk...” jawab Dira,
          “yang jadi masalah kami sekeluarga tidak bisa membayar biaya rumah sakit dan pengobatannya...” ujar Dira sedih,
          “sebentar ya Dira kami bertiga pergi dulu sebentar...!” ujar Lara
          “bagaimana kalau kita sumbang separuh uang kita untuk pembayaran rumah sakit dan pengobatannya?” usul Lara pada sahabat-sahabatnya, kemudian mereka setuju kemudian mereka mengodok saku mereka masing-masing,
 “uang sakuku hanya ada Rp 740.000 rupiah,mama hanya memberinya segitu...” ujar Hana
“tak apa” jawab Lara, semuanya menyumbang dan hasilnya cukup banyak,
“sekiranya cukup untuk pembayaran dan pengobatan...” ujar Lara, mereka pergi beranjak ketempat pembayaran. Setelah membayar mereka berjalan menuju dimana tempat Dira berada sekiranya diperjalanan “apakah setidaknya kita berikan saja uang tadi kepada Dira,” ujar Hani heran, “tidak perlu, khan supaya surprise...”ujar Lara.
Sesampainya ditempat Dira, mereka bercakap-cakap tak lama kemudian,
“ Dira kami pulang dulu, ya... see you tomorrow!” ujar Hana
“Yeah, see you!” jawab Dira
Mereka pun pulang kerumah mereka masing-masing.
Keesokan harinya, “trim’s ya, sahabat-sahabatku kalian telah membayarkan biaya rumah sakit dan pengobatan, ayahku sekarang sudah bisa pulang kerumah dan kami berterimakasih pada kalian atas pengorbanannya, aku sangat bangga sekali memiliki sahabat seperti kalian,” ujar Dira
“ingat janji persahabatan kita, kita harus saling tolong menolong, dan kita juga ikut bangga melihat salah satu keluarga sahabat kita yang bahagia..” ujar Lara, mereka adalah sahabat yang selalu bahagia dan jika salah satu dari mereka ada yang menderita mereka pun turu merasa menderita, selau cepat untuk menyelesaikan masalahnya.J