Senin, 30 April 2012

Mengganggukah Kerasnya Suara Adzan?


Pertama kali saya mengetahui kontroversi tentang adzan pada sebuah komunitas muslim, yaitu ketika membaca sebuah artikel berita pada surat kabar nasional. Artikel tersebut berisi permintaan wakil presiden Indonesia Budiono tentang peraturan adzan agar tidak terlalu keras. Hal tersebut disampaikan pada pidato sambutan di Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI). Maka, terbetiklah hasrat untuk mengetahui apa yang menjadi kontroversi dari pidato Wakil Presiden tersebut.
Sebagaimana kita sudah maklumi, mengeraskan suara azdan bertujuan untuk memberitahukan umat Islam atas kewajiban mereka agar bisa di dengar yang berada jauh dari mesjid. Pada zaman Rosulullah SAW adzan sengaja dikumandangkan dari tempat yang tinggi seperti menara. Namun, di zaman sekarang seiring perkembangan teknologi dengan ditemukannya alat pengeras suara. Maka, sangat wajar apabila adzan dikumandangkan dengan alat pengeras suara sebagai pengganti menara di zaman Rosulullah SAW.
Menilik alasan yang disampaikan oleh Wakil Presiden Budiono, bahwa beliau merasakan suara adzan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke dalam sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak dan terlalu dekat di telinga. Al-Qur’an pun mengajarkan kepada kita untuk memelankan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuknya. Sejauh mana alasan itu dapat menguatkan permintaan Wakil presiden RI terhadap aturan adzan perlu kita cermati lebih mendalam agar tidak menjadi kontroversi di kalangan umat muslim.
Benar apa yang diungkapkan oleh Wapres suara adzan yang menyentak dan terlalu keras di telinga tidak merasuk ke dalam sanubari kita. Namun, jika adzan dikumandangkan dengan sayup-sayup atau dilamatkan, maka akan hilang fungsinya sebagai pemanggil orang untuk sholat terutama di negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Sebagai negara mayoritas muslim, kerasnya suara adzan tidaklah menjadi suatu hal yang mengganggu. Harusnya merasa terbantu diingatkan untuk shalat terutama ketika waktu subuh karena kita dibangunkan untuk melaksanakan sholat.
Jika mengeraskan kumandang adzan di wilayah mayoritas non muslim, bisa jadi suara adzan itu menggangu mereka. Karena yang diingatkan untuk shalat lebih sedikit daripada yang tidak sehingga mengakibatkan gangguan pada mayoritas masyarakat. Namun, pada kenyataannya di negara kita yang mayoritas muslim  hal tersebut bukanlah gangguan. Lagipula adzan dikumandangkan hanya di waktu-waktu tertentu, tidak sepanjang hari dikumandangkan.
Terkadang ada pula di kalangan masyarakat muslim dalam hal penggunaan alat pengeras suara yang ada di mesjid bergeser dari fungsi semula yaitu adzan. Alat pengeras suara tersebut digunakan untuk memperkeras suara wirid bersama-sama dalam waktu yang cukup lama. Terkadang pula digunakan untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sholawatan dan pembacaan dziba yang sangat keras, sehingga hal itu dapat mengganggu kenyamanan masyarakat di sekitarnya.
Besar kemungkinan fenomena-fenomena tersebut di atas, menjadi pemicu permintaan Wakil Presiden mengenai aturan pengerasan suara adzan. Fenomena yang terjadi seharusnya tidak menjadi vonis pada suara adzan dengan anggapan mengganggu kenyamanan masyarakat di sekitar. Aturan sejauhmana kerasnya suara azdan sebaiknya disesuaikan dengan toleransi yang disepakati antara individu pada masyarakat tersebut dengan jalan musyawarah.
Terlepas dari kontroversi yang terjadi, kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah agar umat islam dapat memperhatikan lingkungannya di dalam melakukan kegiatan ibadah. Sehingga, kenyamanan umat dalam beribadah bisa maksimal dan tidak mengganggu. Hal itu juga bisa menjadi intropeksi terhadap semua umat dalam menjalankan ibadah. Dalam masalah ini, khususnya penggunaan alat pengeras suara yang ada di mesjid agar diperhatikan sehingga tidak mengganggu semua agama, tidak hanya islam.
Pengaturan pengeras suara di mesjid merupakan suatu hal yang harus diperhatikan. Di samping itu, pengaturan pengeras suara untuk adzan sudah dilakukan oleh pengurus mesjid. Yakni hanya lima kali dalam sehari saat waktu sholat tiba. Dalam hal ini, yang menjadi pokok masalahnya adalah bukan dari suara adzan melainkan pengaturan penggunaan alat pengeras suara di luar waktu sholat.

0 komentar:

Posting Komentar